"Sebelah sini, itu yang membuat Bapak tidak bisa berjalan. Akan terasa nyeri bila dipaksakan. Dan memang tidak boleh dipakai jalan dulu, selama enam minggu." Lelaki berjas putih dengan kacamata tebal itu menunjukkan letak retakan pada kaki kiri Rohan. Tepat di bawah sendi pada lutut kirinya.
Rohan hanya diam mematung, wajahnya berubah pias mendengar penjelasan Dokter Hendro. Dia tidak bisa mencerna kata-kata dokter itu lagi.
"Jadi solusinya bagaimana, Dok?" tanya Hamidah pelan, dia pun sama kagetnya dengan sang suami.
"Karena retaknya tidak terlalu besar, masih bisa dibantu gips."
"Baik, Dok, lakukan yang terbaik untuk suami saya. Setelah di gips, apa suami saya bisa berjalan lagi Dokter?" tanya Hamidah lagi.
"Insyaallah, bisa. Karena kebetulan tulang bagian ini lebih cepat tumbuh daripada tulang kering. Kita berdoa sama-sama, ya, Bu." Penjelasan Dokter Hendro sedikit menenangkan Hamidah.
Namun, tidak untuk Rohan. Dia masih membisu, sibuk dengan pikirannya sendiri. Berbagai kekhawatiran bergelayut dalam otaknya.
Enam minggu dia harus istirahat total. Tidak bisa keluar bekerja itu sama saja dengan tidak dapat upah.
Artinya, anak-istrinya akan kelaparan. Sedangkan tiap hari saja, saat dia bekerja tanpa kenal lelah, kehidupannya sangat memperhatikan, Rohan terus membatin.
"Baik, Bu. Akan kami lakukan," ucap Dokter Hendro mantap, memecah lamunan Rohan.
Editor : Maryani