Logo Network
Network

Berawal dari Semangat, Akhirnya Jatuh Cinta dan Melabuhkan Hati sebagai Penulis

Maryani
.
Kamis, 22 September 2022 | 12:10 WIB
Berawal dari Semangat, Akhirnya Jatuh Cinta dan Melabuhkan Hati sebagai Penulis
Ratna Ning saat menyerahkan buku antologi budaya kepada Raja LAK Galuh Pakuan Subang Rahyang Mandalajati Sangga Buana Evi Silviadi. Foto: Ratna Ning/Istimewa

SUBANG, iNewsMataram.id-Ratna Ning yang memiliki nama asli Runengsih ini tak menyangka hobinya menulis bisa membuat ia kecanduan. Dunia menulis pun menjadi tempatnya berlabuh hingga saat ini.

Lewat menulis, ia berharap bisa menyampaikan pesan tanpa menggurui atau kritik dengan santun, dalam bentuk hasil imajinasi berupa karya sastra.

Selain ada kepuasan batin, juga kebutuhan materi yang terpenuhi jika karyanya dimuat di media massa.

Kegemarannya membaca sejak SD, hingga akhirnya di bangku SMP bertekad menulis di majalah nasional, membuat Ratna Ning semakin percaya diri kalau ia bisa menjadi penulis.

Pada 1993, setelah lulus SMEA, Ratna Ning mencoba mengirimkan karyanya ke Majalah Kawanku, yang tengah hits di kalangan remaja.

Pertama kali mengirim karya ke majalah itu, karyanya ditolak. Ia pun tak patah semangat dan mengirimkan karyanya untuk yang kedua kali. Saat itulah, cerpen buatannya diterima dan membuat ia semakin giat menulis.

“Saat ditolak pertama kali, saya tidak patah semangat. Lalu, saya pun mengirimkan karya yang kedua dan diterima. Saat itulah ada kepuasan dan kebanggaan tersendiri. Apalagi, menulisnya masih pakai mesin tik,” ungkap Ratna Ning kepada iNewsMataram.id, Kamis (22/9/2022).

Waktu itu Ratna Ning masih menggunakan beberapa nama pena, di antaranya Tyas Rengganis.

Merasa kepercayaan dirinya tumbuh setelah beberapa kali berhasil menembus media remaja populer waktu itu, Ratna Ning menjajal kemampuan menulisnya kembali ke setiap media yang memuat karya sastra.

Keteguhan penulis kelahiran Subang dan sekarang konsisten sebagai praktisi budaya itu pun membuahkan hasil.

Karya-karyanya banyak dimuat di media-media nasional dan lokal, di antaranya Kawanku, Gadis, Ceria Remaja.

Sebagai penulis, ia pun tertantang ingin menulis dengan genre berbeda. Ia mencoba genre cerpen religi karena terinspirasi para penulis ternama, seperti Asma Nadia, Fahri Aziza, dan beberapa penulis religi lain.

Saat itu, “Serenada Pelangi” menjadi karya terbaik pilihan Majalah Annida pada medio 2002. Namun, tahun itu jugalah menjadi tahun awal masa ia mencapai titik jenuh dan berhenti sejenak di dunia tulis-menulis. Ia memilih lebih fokus pada kehidupan rumah tangganya.

Pada 2007, Ratna Ning kembali ke dunianya. Namun, ia hanya menulis di laman media sosial, seperti Facebook, dan terhubung kembali dengan para penulis senior.

Di laman media sosial itulah, ia mencoba untuk mengikuti arus zaman. Ia mulai mengirim karya-karyanya di beberapa ajang menulis, yang dilombakan penyelenggara lewat media sosial.

Beberapa karya Ratna Ning yang ikut lomba dan sering juara pun telah dibukukan, di antaranya lomba yang diselenggarakan Kementerian Pendidikan Budaya dan Riset Teknologi (Kemendikbudristek).

Selain itu, ia pernah menjadi pimpinan produksi (pimpro) penulisan buku antologi situs sejarah dan budaya. Dan, juga sering dipercaya menjadi penanggung jawab (PJ) event menulis.

Pada 2015, penulis yang pernah menjadi jurnalis ini kembali menjajal mengirimkan karyanya ke media massa. Salah satu karyanya, yang berjudul “Dia Anakku”, pernah dimuat di Harian Pikiran Rakyat.

Karena penasaran dengan dunia media massa, pada 2017, ia mencoba menjadi jurnalis meski awalnya ragu. Beberapa media lokal Subang sempat ia ramaikan dengan berita-berita liputannya.

Untuk saat ini, Ratna Ning lebih fokus menulis yang berkaitan dengan sejarah dan budaya lokal dalam bentuk sastra.

Kecintaannya terhadap seni dan budaya juga membuat ia merelakan waktunya bergabung dalam Komunitas Pegiat dan Pemerhati Sejarah Subang (Kompass) dan membidani komunitas JEJAK.

Saat ditanya iNewsMataram.id terkait semakin menjamurnya platform menulis di era digital saat ini, Ratna Ning berharap para penulis media massa tidak berkecil hati karena gempuran zaman.

Sebab, bagi penulis senior ini, sebuah karya yang tampil di media massa cetak masih tetap mendapat hati para pembaca dan penulis sendiri.

Karya-karya penulis ini masih bisa dibaca di media massa nasional, seperti Pikiran Rakyat, Tribun Jabar, Medan Pos, Detik News, dan lain-lain. (*)

Editor : Maryani

Follow Berita iNews Mataram di Google News

Bagikan Artikel Ini