MATARAM, iNewsMataram.id - Buku kumpulan puisi “Pesan Tuan dari Ternate” memuat 60 puisi. Penulis bernama pena Mya Arin, kelahiran Jakarta yang kini menetap di Mataram, ini mempersembahkan puisi-puisi itu untuk suami tercinta, Edy Gustan.
Kado spesial untuk kebersamaan mereka selama ini. Salah satu puisi yang menjadi judul buku memuat kisah tentang bagaimana penulis menerima sebuah pesan, saat kekasih yang kelak jadi suaminya, tengah liputan ke Ternate, Maluku. Pesan itu dikirim beserta foto masjid terapung Ternate, Masjid Al Munawar.
Pesan Tuan dari Ternate
Tuan mengirim rindu Lewat pesan dari Ternate Di antara pilar-pilar masjid terapung
Cinta terkirim lewat kata
Tuan bicara dalam layar mini : Aku mencintaimu. Hiduplah bersamaku
Nona di ujung sana tersipu manja dan malu-malu : Aku juga. Mari kita menua bersama
Tuan mengirim pesan kepada Nona
Tentang sajak bahagia dari Ternate
Mataram, Juli 2020
Pemilihan diksi yang sederhana membuat puisi ini jelas menggambarkan kisah pesan yang dikirim dengan manis.
Mya Arin mampu membuat penikmat puisi membayangkan awal ia dan suami menjalin hubungan.
Puisi-puisi dalam buku “Pesan Tuan dari Ternate” berisi tentang cinta dan rindu, juga perjuangan dalam pernikahan.
Salah satunya ada dalam puisi tentang penantian yang tak pernah usai hingga menjadi rindu yang membuncah. Penulis membuat puisi rindu saat ia dan kekasih berjauhan, saat mereka menjalin hubungan antara Jakarta dan Mataram.
Candu Rindu
Juni menyapa penuh air mata meletup-letup
Ketika perih menyelusup
Lalu bergerak bagai maut
Aku tersudut
Cintakah aku? Atau sekadar cemas
Lalu terempas dalam sebentuk rindu?
Tuhan boleh saja bercanda denganku
Tapi, tidak dengan kamu
Yang hampir setiap waktu menghunjamku
Lewat candu rindu
Tapi, kita tetap membisu
Rindukah kamu?
Aku menunggu
Dalam jendela percakapan semu
Jakarta, November 2010
Ibu rumah tangga dengan dua anak dan pernah kuliah di jurusan Sastra Indonesia, Universitas Padjadjaran, Bandung, ini juga pernah menjadi editor bahasa di dua koran nasional, Indopos dan Koran Sindo.
Di antara hiruk pikuk Jakarta, ia dan suami pernah punya kenangan tak terlupakan saat diantar pulang.
Penulis membuat puisi yang menggambarkan kejadian itu dan menjadi cerita hingga sekarang.
Bajaj Cinta
Tuan hendak mengantar Puan pulang
Motor melaju di antara lalu lalang kendaraan
Saat jam makan siang
Tuan menerobos dan menyalip mobil-mobil di perempatan lampu merah
Sayang, motor salah arah
Di belakang bajaj, motor Tuan tiba-tiba tak terkendali
Hingga akhirnya kaki Puan tersangkut di besi bajaj yang berhenti
Krek, bunyi daging terkelupas
Tuan panik
Tak ada darah di luka Puan
Tapi, saat dilakukan pertolongan
Tujuh jahitan menghiasi bawah lutut Puan
Ah, bajaj penuh kenangan
Dari kisah cinta Puan dan Tuan
Seru bukan?
Mataram, Agustus 2020
Beberapa penulis juga membuat ulasan tentang kumpulan puisi yang tengah dipasarkan ke seluruh Indonesia tersebut.
Pengajar Sastra Indonesia di FIB, Unpad, dan Ketua Dewan Pertimbangan Forum Lingkar Pena Mochamad Irfan Hidayatullah mengatakan bahwa sajak-sajak tentang cinta takpernah berhenti diproduksi, termasuk oleh seorang Mya Arin.
Spesialnya sekumpulan sajak cinta ini seolah memiliki "tokoh" tetap, yaitu Puan dan Tuan. Ini bisa sebentuk panggilan atau bisa juga dibaca semacam kontestasi gender.
“Sang Puan menggugat berbagai stereotip tentang dirinya kepada sang Tuan. Andai saja seluruh puisi ini dibentuk menjadi puisi naratif yang beralur dan berkonflik tentang sepasang kekasih yang mengarungi kehidupan bersama, akan lebih menarik lagi. Selain itu, latar Indonesia Timur dan pantai bisa jadi kekuatan utama lainnya,” tandasnya.
Topik Mulyana, dosen Bahasa Indonesia, Universitas Katolik Parahyangan, dan Staf Litbang Badan Pengurus Pusat FLP menambahkan, sebagai bahasa yang bersumber dari intuisi, sedikit-banyak puisi mampu menggambarkan perasaan-perasaan itu, meski tentu penggambaran itu tidak akan pernah tuntas. Puisi-puisi dalam buku ini pun demikian.
“Cinta, rindu, cemburu, juga kesepian merupakan perasaan misterius yang kerapkali menjadi motivasi manusia untuk melakukan hal-hal menakjubkan dan menggelikan. Bahasa logis-rasional takmampu merepresentasikan perasaan-perasaan itu sebab cinta berada di wilayah intuitif-irasional,” ungkapnya.
Sementara itu, sahabat penulis, Shabrina WS, yang merupakan penulis novel terkenal Indonesia, menyatakan bahwa dalam buku puisi ini menggambarkan cinta yang bukan hanya tentang puja serta tawa. Kadang jarak, sesekali selisih paham juga tertuang di dalamnya.
“Sepasang kekasih selalu punya cara untuk bicara dan menemukan. Itu yang digambarkan Mya Arin dalam puisi-puisinya, “ ujarnya.
Sejak remaja, Mya Arin memang senang menulis puisi dan kini tengah belajar menulis cerita berbagai macam genre.
Beberapa cerpen dan puisinya yang dibukukan dalam antologi menambah deretan pengakuan karyanya untuk kemajuan literasi Indonesia.
Salah satunya antologi “More Than Just a Romance” bersama 39 penulis perempuan yang tergabung dalam komunitas FORSEN.
Jika ingin mengenalnya, kalian bisa mengakses media sosial FB Mya Arin atau IG @mya.arin. (*)
Editor : Maryani