MATARAM, iNewsMataram.id - Tidak banyak orang yang berani menuliskan kisah biografi para tokoh besar. Namun, Indah Sari Abidin justru secara gamblang menuturkan kisah “Usman, Sang Perintis” dengan ciamik.
Novel biografi, yang tengah prapesan, ini berkisah tentang perjalanan hidup penuh hikmah dari Mutholib Usman.
Nama beliau yang dijadikan nama jalan, Jln. KHM Usman di Kelurahan Kukusan, Depok, tersebut ditulis dengan begitu runut dan penuh nilai sejarah oleh Indah.
Penulis yang juga cucu dari tokoh utama ini kepada iNewsMataram.id, Jumat (2/9/2022), mengatakan, awal menulis kisah sang tokoh karena permintaan almarhum sang ayah.
“Awalnya sekadar memenuhi permintaan almarhum Bapak. Namun, dalam perjalanannya, ternyata menulis biografi memiliki keasyikan tersendiri,” ungkapnya.
Berbekal informasi dari narasumber sekitar, seperti anak-anak dan murid tokoh utama, Indah semakin yakin kalau ia mampu mengabadikan kisah beliau.
Setelah melalui proses panjang, hampir tiga tahun, novel biografi pertama Indah pun lahir dan diterbitkan oleh penerbit Forsenbook.
“Panjang banget perjuangan bikin novel ini. Hampir tiga tahun. Saking cintanya sama kisah Engkong, banyak sekali tokoh yang ingin saya ceritakan,” tuturnya.
Indah menambahkan, banyak tokoh yang berkesan untuknya. Terkait dengan begitu banyak jasa orang-orang sekitar sang Kakek.
“Tapi, enggak mungkin semua tokoh diangkat dalam cerita,” ujarnya.
Saat ditanya sejak kapan suka menulis, Indah menyukai dunia tulis menulis setelah berhenti bekerja dan jadi ibu rumah tangga penuh. Ia pun mencari kesibukan dan bergabung dengan komunitas menulis.
Salah satu komunitas menulis Forsen yang memiliki program menulislah awal dari lahirnya novel “Usman, Sang Perintis”.
“Forsen selalu punya tantangan menulis. Cerita tentang Engkong ini hasil dari tantangan mix genre. Beruntung, saya bisa menyelesaikannya,” tegasnya.
Sementara itu, Vina Sri, founder Forsen, saat ditanya mataram.iNews.id, tentang novel tersebut mengungkapkan kalau cerita Usman ini termasuk cerita inspiratif.
Banyak pelajaran yang bisa diambil, terutama tentang keteguhan dan keberanian. Juga perjuangan bangsa Indonesia agar lepas dari penjajahan. Bagaimana sulitnya sekolah dan kehidupan masa itu.
“Bagus. Sejak membaca bagian prolog, saya langsung jatuh cinta. Mbak Indah bisa membuat kita tahu kondisi zaman dulu. Sulitnya sekolah dan kehidupan saat itu,” ujarnya.
Dalam akhir wawancara, Indah berpesan dan berharap agar siapa pun suka membaca.
“Banyak-banyak membaca. Membaca apa saja. Tidak semua orang mendapat "kemewahan" dengan memiliki kesempatan membaca. Jadi, di mana pun Anda menemukan sumber baca. Bacalah!” tandasnya. (*)
Editor : Maryani