Dia mengatakan akuisisi 100 Miliar saham Bank NTB Syari'ah itu mengarah pada finalisasi pemenuhan modal inti Bank NTB Syari'ah sebesar Rp 3 Triliun sesuai Peraturan Otorita Jasa Keuangan (POJK) nomor 12/POJK/2020 tentang konsolidasi Bank Umum.
Pemenuhan modal inti itu dalam rangka mengharapkan guliran modal Rp 1,7 Triliun agar Bank NTB Syari'ah tetap bertahan sebagai bank Syariah. Hal itu sesuai dengan ketentuan POJK nomor 21/POJK/03/2014.
Dikatakan, mengacu pada pasal 9 Peraturan Daerah NTB nomor 1/2022, saham Bank NTB Syari'ah tercatat sekitar 1,3 Triliun. Itu di luar penyertaan modal melalui KUB dengan Bank Jatim. Bahkan, hasil audit OJK 31/5/2023 menyatakan bahwa modal inti Bank NTB Syari'ah ini berada pada posisi 1,4 Triliun.
"Itu makanya perlu modal melalui skema KUB. Karena jika tidak terpenuhi, maka Bank NTB Syari'ah akan turun statusnya jadi Bank Perkreditan Rakyat (BPR)," tandasnya.
Sudiarto menegaskan, terpenuhinya modal inti Bank NTB Syari'ah itu tentu membanggakan. Hanya saja, dia menilai justru Bank NTB Syari'ah gagal memenuhi modal inti minimum dari kegiatan usaha yang digelutinya.
Tidak hanya itu, Sudiarto juga memaparkan data terkait dugaan pembiayaan yang diberikan Bank NTB Syari'ah yang tidak wajar. Dikhawatirkan jika pembiayaan ini macet, akan berdampak pada collapse.
Editor : Edy Gustan
Artikel Terkait