SELONG, iNewsMataram.id-Lelaki dengan rambut sewarna perak itu, memandang keluar dari balik jendela yang terbuka lebar.
Dia melihat air langit yang jatuh satu demi satu seperti berlomba menyentuh tanah.
Tatapannya memang ke halaman yang mulai basah oleh rintik hujan sore itu, tetapi jiwanya mengembara melintasi masa.
"Kak, minum dulu kopinya. Nanti keburu dingin," tegur Hamidah sang istri melebur lamunannya.
"Kenapa kakiku belum juga enakan ya, Mida?" Bukannya menyentuh gelas berisi kopi pahit di hadapannya, Rohan malah melempar tanya.
"Sabar, Kak. Besok pagi kita 'kan mau ke rumah sakit. Semoga semuanya segera ada jalan keluarnya."
"Andai saja aku tidak lewat jalan itu, mungkin semuanya tidak akan terjadi," sesalnya.
"Astaghfirullah, Kak. Semuanya sudah takdir tak perlu disesali." Hamidah mengingatkan, sambil duduk di lantai semen. Menghadap pada kaki kiri Rohan yang tampak sedikit membengkak.
Perlahan, dia mulai mengolesi kaki sang suami dengan minyak urut. Itu adalah obat pemberian Mbah Slamet, tukang pijat yang mereka panggil lima hari lalu.
Editor : Maryani
Artikel Terkait