JAKARTA, iNewsMataram.id- Menerbangkan karya, membuanakan jiwa tanpa ketaksaan.
Begitulah jargon bernas Elang Nuswantara, sebuah komunitas penulis berbasis kearifan lokal Nuswantara.
Para pejuang literasi budaya dari Indonesia timur sampai barat ini memiliki latar belakang beragam, mulai Gen Z, Gen Milenial, Gen X, hingga Baby Boomer.
Yang menyatukan para Elang Nuswantara, yakni semangat untuk nguri-nguri budaya dan mengasihi Nuswantara dengan menyampaikan pesan-pesan leluhur melalui buku berkemasan filmis, berkonsep writerpreneur.
Komunitas Elang Nuswantara lahir pada 14 Maret 2022, yang digawangi Kirana Kejora, seorang best selling author, writerpreneur, produser film, pengampu Elang Nuswantara.
Kali ini, Elang Nuswantara bekerja sama dengan Miyaz Script Agency dan Azkiya Publising melahirkan “Rembulan dalam Pangkuan Savana”, sebuah antologi puisi modern, dari Pasukan Elang Merah Savana. Setiap puisi memuat minimal dua kata dari bahasa Nuswantara.
Bersama Dandelion Publisher, Pasukan Elang Kembara Ayah melahirkan buku antologi cerpen bertema ayah “Ayah Pemilik Kasih Tersembuyi”.
Juga bersama Pasukan Elang Kembara Sahabat melahirkan buku trilogi sahabat, yang berjudul “Terima Kasih Telah Setia” (antologi cerpen persahabatan dengan benda), “Kamu Tak Pernah Melukai” (antologi cerpen persahabatan dengan flora/fauna), dan “Jangan Lelah Menemaniku” (antologi persahabatan dengan manusia).
Sementara itu, Komunitas Ibu-Ibu Doyan Nulis dan Pasukan Elang Biru Bantala melahirkan buku antologi travel notes berbasis konservasi alam Nuswantara.
Nama masing-masing pasukan, sesuai atmosfer kelas dan kelahirannya, menurut Kirana, yang anti memuji pasukan elang dengan jargon perilaku nomor satu, karya nomor dua.
Kini enam buku telah lahir dari 300 penulis dengan selamat, terus bermunajat agar karya punya manfaat. Acara yang berlangsung di Perpustakaan Nasional RI pada 14 Oktober 2023 itu begitu meriah. Hadirin yang datang sekitar 200 orang.
Beragam sambutan dan testimoni dari pihak pemerintah maupun penggiat literasi bertaburan di acara yang ditunggu banyak penulis dan pembaca ini.
Narasumber pengisi acara, antara lain Dr. H. Sandiaga Salahuddin Uno B.B.A., M.B.A. selaku Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif; Feriandy SSTP., M.Si selaku Ketua Tim Subsektor Aplikasi, Film, Animasi dan Video, Desain Komunikasi Visual, Fotografi, Penerbitan, Periklanan, Televisi dan Radio Kemenparekraf; Drs. Agus Sutoyo M.Si selaku Kepala Pusat Jasa Informasi Perpustakaan dan Pengelolaan Naskah Nusantara Perpusnas RI; Dewi Yulianti S.IP., M.Hum. selaku Pamong Budaya Kemendikbudristek; Yuli Maryani S.Sos., M.Si. selaku Subkoordinator Layanan Referensi Perpusnas RI; dan Bapak Denny Widya CBC selaku Penggiat Literasi Gemar Community.
Acara bertempat di Auditorium Perpustakaan Nasional, bertabur hadiah dan diramaikan dengan bazar beragam produk para creativepreneur.
Sambil menunggu acara dimulai, di layar yang berada di panggung acara dengan ukuran 19 x 6 meter, tampak hidup dengan penayangan beragam book trailer dari enam buku yang akan diluncurkan.
Tentu menjadi sajian yang menarik dan amunisi ampuh memikat para tamu yang mulai berdatangan dari beragam kota.
Tercatat, penulis Elang Nuswantara yang hadir berasal dari Malang, Surabaya, Sidoarjo, Lamongan, Solo, Semarang, Belitung, Kuningan, Bandung, Tasikmalaya, Sukabumi, dan Jabodetabek.
Registrasi yang berlangsung mulai pukul 08.00 WIB berlangsung lancar hingga acara bisa dibuka pada pukul 09.15 WIB dengan pembawa acara Eka Dhinie.
Lagu Indonesia Raya 3 Stanza pun bergema di ruangan teater bernuansa merah, biru, dan ungu, yang dipimpin oleh Novi Herdiani.
Dilanjutkan dengan doa bersama dan tarian Sunda berjudul “Jalatunda” oleh Maulidini Rizki Aulia. Tarian ini sebagai pengumpul atmosfer harapan kasih-Nya. Jala adalah jaring. Tunda adalah tertunda. Makna besarnya menghilangkan segala kegagalan dan mewujudkan impian yang tertunda sekian lama.
Kemudian, acara mengalir dari laporan Rati Kumari sebagai ketua panitia dan penyerahan tanda kasih.
Kejutan dari Elang Nuswantara untuk Kirana Kejora yang membuat hadirin sejenak terpaku diam karena ada tangis haru di panggung, antara pengampu “galak” dengan sang ketua panitia. Adegan penuh haru itu tak berlangsung lama.
Disambung genderang tabuhan Perkusi Dol Madina yang rancak bana, menggaungkan cinta kasih-Nya pada semua hadirin dengan gebukan alat musik berbahan kulit, penuh spirit dimainkan delapan musisi Sofyan Corp.
Sesi pembukaan yang memukau itu tentu tidak disangka para hadirin, yang kebanyakan berpikir kalau acara peluncuran buku pasti senyap.
Tampak persiapan panitia dengan rundown acara yang cukup rapi, lengkap dengan alur sedemikian dinamis, yang membuat para tamu terkesan menghadiri sebuah perhelatan agung sebuah buku.
Setelah dihibur dengan beragam tampilan elok, tiba sesi sambutan, dengan para narasumber yang tak kalah kuat isinya.
Semua mata tertuju ke panggung karena banyak informasi dan ilmu baru yang inovatif dari para narasumber.
Alur acara yang mulai serius, dirajut dengan penayangan video klip Lakaran Rahsa, sebuah puisi karya Christine Mayavani yang dibawakan Kirana Kejora dengan backsound lagu berjudul sama.
Puisi yang mengandung banyak diksi dari bahasa Sansekerta ini sebenarnya adaptasi lirik salah satu OST Novel Seruni Niskala karya Hedy Rahadian dan Kirana Kejora.
Menuju acara puncak, peluncuran buku dan talkshow, para hadirin dimanjakan oleh penayangan video klip Sejarah Elang Nuswantara, dari awal kelahiran, 14 Maret 2022 hingga saat ini, yang telah menghasilkan 11 buku berbasis kearifan lokal Nuswantara.
Video klip yang cukup sinematik dengan backsound penuh spirit, membuat mata sulit berkedip.
Cukup dua menit penayangan video klip sebagai pembuka talkshow yang digawangi Kirana Kejora, mengajak wakil dari masing-masing pasukan.
Elang Biru Bantala ada Lemuel Matthew Malcolm Elia, Raniah Hayatunnada, Tisnawati Simowibowo, dan Ketua Ibu-Ibu Doyan Nulis Widyanti Yuliandari.
Elang Kembara Ayah dan Sahabat diwakili Utrujah Alesha dan Rizanti Kadarsan.
Sementara itu, Elang Merah Savana diwakili Nenny Makmun dan Kallea Dinata.
Penekanan talkshow lebih ke motivasi dan proses kreatif menulis. Juga harapan ke depan pencapaian buku.
Setelah satu jam talkshow berjalan, acara pun menuju puncak peluncuran, ditandai dengan foto semua penulis bersama para tamu VIP.
Panggung pun riuh penuh kegembiraan menerbangkan karya sepenuh rasa. Buku adalah kesaksian para penulisnya. Tak mudah menuliskan kisah yang didapat di jalan lewat perenungan panjang. Menulis, sejatinya menyaksikan perjalanan diri sendiri.
“Kesaksian” sebuah lagu ciptaan Hedy Rahadian yang wajib disenandungkan dalam perhelatan-perhelatan Elang Nuswantara selama ini pun dibawakan dengan syahdu oleh Duo Elang Nuswantara, Rati Kumari dan Novi Herdiani.
Semua hadirin ikut bernyanyi, ada yang dalam hati, ada yang menyuarakannya dengan jelas. Sebab, di layar raksasa panggung, tayang video klip dengan syair lagunya.
Acara berikutnya tak kalah seru. Tayang “Bara Elang” super short film karya Elang Nuswantara dengan pemain wakil masing-masing pasukan. Bercerita saat mereka mengalami writer’s block apa yang harus dilakukan. Beragam ekspresi lucu, haru, membuat suasana semakin cair penuh gelak tawa.
Benar-benar menghibur sekaligus memberi semangat juang para penulis yang sering patah hati karena pikiran buntu, seperti patung bernyawa di depan laptop. Film berdurasi sekitar lima menit itu pun selesai dengan baik.
Berlanjut ke sesi persembahan hiburan berikutnya, pembawaan puisi dari tiga pasukan. Sebagai penampil pertama, lima Elang Kembara -Utrujah Alesha, Tjemani Jati, Purwani Wijayanti, Siti Robi'ah, Indah Bakti- sukses dengan puisi Elang Laut karya Asrul Sani, Sejuta Rindu Melanda karya Utrujah Alesha, Lakuna karya Indah Bakti, Aku Ingin karya Sapardi Djoko Damono, dan Ayah Pohon Kehidupanku karya Tjemani Jati. Hening tercipta selama pembacaan puisi yang berakhir dengan tepuk tangan penuh suka cita.
Dilanjutkan penampilan Tisnawati Simowibowo dan Lemuel Matthew Malcolm Elia dari Elang Bantala Biru dengan puisi Tobat Bantala dan Renungan Bantala.
Berikutnya Elang Merah mempersembahkan, video klip Kallea Dinata yang melukis sampul buku “Rembulan dalam Pangkuan Savana” di kanvas dengan sedemikian dinamis. Manis.
Dirajut dengan tayangan video klip puisi Kidung Sunya Swargaloka karya Kirana Kejora yang dibawakan penuh keharuan oleh Leni NN.
Tak ada pesta yang usai, namun waktu membuatnya harus sementara selesai.
Demikian dengan pesta perayaan kelahiran enam buku Elang Nuswantara. Tepat pukul 13.00 WIB ditutup dengan Serenada Sastrajendra, lagu berdiksi open pemaknaan karya Hedy Rahadian dan Christine Mayavani yang jadi salah satu OST novel Seruni Niskala ini, dibawakan penuh keheningan oleh Rati Kumari dan Novi Herdiani.
Gerakan kebersamaan untuk Indonesia berliterasi dengan akar kearifan lokal ini merupakan bukti semboyan Bhinneka Tunggal Ika selamanya ada dalam darah dan tubuh putra putri bangsa NKRI tercinta.
Buku Elang Nuswantara bukan sekadar terbit, juga memiliki kekuatan daya akar untuk bisa tumbuh dan berkembang. Jadi sayap penerbangan, energi perjalanan, dan sirip penyelaman penulis serta pembacanya.
Buku yang dilahirkan Elang Nuswantara, memang wajib berkonsep filmis. Kudu layak baca, laku, dan jual. Juga dimiliki dan diwariskan untuk masa depan anak negeri.
Menurut Kirana sebagai penggagas acara, semua penulis Elang Nuswantara harus bisa profesional menjadi seorang writerpreneuer. Menyeimbangkan otak kanan dan kiri.
Wajib belajar, selain kreatif menulis, inovatif menerbitkan buku, menjadi panitia penyelenggara, juga sampai mengisi acara sendiri dengan kemampuan yang terus diasah tanpa lelah. Tak pernah patah. Tak akan menyerah.
Elang Nuswantara menganut prinsip terbang dengan buku dan melaju maju. Kali ini dukungan mengalir dari Perpustakaan Nasional, Kemenparekraf, Kemenko Pembangungan Manusia dan Kebudayaan Indonesia, Kemdikbudristek, Sofyan Corp, Madina Islamic School, Gemar Community, Miya'z Script Agency, Azkiya Publishing, Dandelion Publisher, Ibu-Ibu Doyan Nulis, Wonderland Publisher, Fibi Jewelry, Gendis Snack, Penerbit Gema Insani, Smulenesians Rockerz, Wiffa Collection, Ngopi Budaya Indonesia, Panca Olah Institute, dan Lembur Urang Katumbiri.
Semoga keenam buku karya terbaru para penulis Elang Nuswantara, bisa memberi warna beda, yang elok di dunia literasi tanah air dan memantik para penulis baru untuk mau peka dan peduli, mengangkat kearifan lokal Nuswantara untuk karya-karyanya.
“Menulis buku, demi nguri-nguri budaya Nuswantara kadang dianggap hal yang tidak seksi, tidak populer, buku susah laku. Namun siapa lagi yang angkat budaya kita kalau bukan kita? Banyak cara bernas untuk melahirkan dan menerbangkan sebuah buku. Salah satunya, promosi abadi. Menulis adalah bukti keberadaan diri. Penerbangan Elang Nuswantara tidak mudah. Namun saya dibantu komandan setiap pasukan, jadi indah,” pungkas Kirana menutup obrolan dengan melepas senyum kebahagiaan. (*)
Editor : Maryani