Mataram,iNewsmataram.id- Guru Besar Hukum Bisnis pada Fakultas Hukum Universitas Mataram (Unram) Prof. Dr.H. Sudiarto, S.H, M.Hum menyoroti kinerja Bank NTB Syari'ah.
Dia menyarankan agar pemilik saham dalam hal ini Pemerintah Provinsi NTB dan pemerintah kabupaten/kota di NTB segera melakukan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) luar biasa untuk mengganti direksi dan Dewan Komisaris Bank NTB Syari'ah.
Menurut Sudiarto, berdasarkan hasil temuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) perwakilan NTB terdapat sejumlah koreksi terhadap kinerja Bank NTB Syari'ah.
Dia menilai hal itu menunjukkan pelaksanaan tugas dan tanggung jawab dari organ PT Bank NTB Syari'ah yakni Direksi dan Dewan Komisaris belum optimal.
Direktur Pusat Pemberdayaan Masyarakat NTB ini juga menyoal dilakukannya Kelompok Usaha Bank (KUB) antara Bank NTB Syari'ah dengan Bank Jatim. Pada akhir 2023, Bank Jatim mengakuisisi 100 miliar saham Bank NTB Syari'ah dalam rangka pembentukan KUB.
"Atas dasar itulah maka Pemprov NTB selaku pemegang saham perlu segera menginisiasi RUPS luar biasa," ujar Sudiarto kepada wartawan di Mataram Senin (29/1/2024).
Dia mengatakan akuisisi 100 Miliar saham Bank NTB Syari'ah itu mengarah pada finalisasi pemenuhan modal inti Bank NTB Syari'ah sebesar Rp 3 Triliun sesuai Peraturan Otorita Jasa Keuangan (POJK) nomor 12/POJK/2020 tentang konsolidasi Bank Umum.
Pemenuhan modal inti itu dalam rangka mengharapkan guliran modal Rp 1,7 Triliun agar Bank NTB Syari'ah tetap bertahan sebagai bank Syariah. Hal itu sesuai dengan ketentuan POJK nomor 21/POJK/03/2014.
Dikatakan, mengacu pada pasal 9 Peraturan Daerah NTB nomor 1/2022, saham Bank NTB Syari'ah tercatat sekitar 1,3 Triliun. Itu di luar penyertaan modal melalui KUB dengan Bank Jatim. Bahkan, hasil audit OJK 31/5/2023 menyatakan bahwa modal inti Bank NTB Syari'ah ini berada pada posisi 1,4 Triliun.
"Itu makanya perlu modal melalui skema KUB. Karena jika tidak terpenuhi, maka Bank NTB Syari'ah akan turun statusnya jadi Bank Perkreditan Rakyat (BPR)," tandasnya.
Sudiarto menegaskan, terpenuhinya modal inti Bank NTB Syari'ah itu tentu membanggakan. Hanya saja, dia menilai justru Bank NTB Syari'ah gagal memenuhi modal inti minimum dari kegiatan usaha yang digelutinya.
Tidak hanya itu, Sudiarto juga memaparkan data terkait dugaan pembiayaan yang diberikan Bank NTB Syari'ah yang tidak wajar. Dikhawatirkan jika pembiayaan ini macet, akan berdampak pada collapse.
Sudiarto menyoroti pemberian pembiayaan terhadap sejumlah nasabah istimewa. Di antaranya dia menyebut PT. Caraten Group Indonesia senilai Rp 11 Miliar. Selanjutnya ada PT. Lombok Institute Of Flight Technologi senilai Rp 14 Miliar.
Terakhir ada PT. Aria Jaya Raya yang memperoleh 18 kali pembiayaan dengan kisaran Rp 4 miliar hingga Rp 26 Miliar.
"Untuk PT Aria Jaya Raya saja jumlah dana yang diperolehnya mencapai Rp 318,9 Miliar lebih. Total pembiayaan yang dikeluarkan Bank NTB Syri'ah itu mencapai Rp 364,9 Miliar dengan waktu jatuh tempo bervariasi," paparnya.
Dia mengatakan, untuk pembiayaan PT. Lombok Institute Of Flight Technologi digunakan untuk membeli pesawat untuk sekolah penerbangan. Dia justru mempertanyakan di mana sekolah penerbangan yang mengoperasikan pesawat itu.
Selain itu, dia juga menyoal tentang pengembalian fee base dari perusahaan asuransi kepada Bank NTB Syari'ah. Lagipula, setiap nasabah yang memperoleh pembiayaan Bank NTB Syari'ah diwajibkan membayar polis asuransi jiwa sesuai dengan ketentuan bergantung pada besar kecilnya pembiayaan yang diperoleh dan disetorkan kepada perusahaan asuransi.
Menurutnya, jajaran direksi harus bertanggung jawab jika terjadi kredit macet dan sebagainya. "Tentunya ini tanggung jawab Direktur Pembiayaan secara teknis dan secara kebijakan tanggung jawab Direktur Utama. Termasuk apakah ada kebijakan Direktur Utama sehingga Direktur Pembiayaan mengeluarkan pembiayaan dengan cara melanggar ketentuan atau aturan yang sudah ada ataukah ada perintah pemegang saham pengendali kepada Direktur Utama agar nasabah tersebut dibantu, ini perlu dibahas juga," paparnya.
Editor : Edy Gustan
Artikel Terkait