Kecanduan Gadget pada Anak (3)

Nurul Asiah
Anak-anak tengah bermain gadget. Foto: Nurul Asiah/Istimewa.

JATINANGOR, iNewsMataram.id-Keluarga merupakan tempat pendidikan bagi seluruh anggota.

Orang tua memiliki peran utama membawa anak menuju pendewasaan dalam dimensi kognisi, afektif, maupun skill, untuk pengembangan mental, spiritual, moral, intelektual, dan profesional.

Aspek perkembangan emosi anak sangat dipengaruhi oleh interaksi lingkungan. Emosi yang berkembang akan sesuai dengan impuls emosi yang diterima.

Anak cenderung mengekspresikan emosi dengan bebas dan terbuka. Sedangkan pada aspek bahasa, anak akan senang berbicara dan bercerita sesuai dengan tingkat kemampuan tingkat perkembangannya.

Apabila anak mengalami gangguan pada perkembangan sosial, dikhawatirkan akan kesulitan dalam penyesuaian diri, kemandirian dalam berpikir dan berperilaku, serta terganggu dalam pembentukan konsep diri.

Ini akan semakin bertambah jika penyebab utama tidak segera dipangkas. Contoh seperti penggunaan gadget sebagai pengganti peran orang tua.

Penggunaan gadget secara terus-menerus tanpa pengawasan orang tua akan menjadi buruk untuk perkembangan perilaku dalam keseharian.

Kesibukan orang tua menjadi salah satu penyebab utama sebagian orang tua mengizinkan anak menjadikan gadget sebagai teman bermain. Tanpa disadari, anak mulai kecanduan dan sulit untuk berhenti.

Ketergantungan pada gadget membuat anak enggan berpisah meski sebentar. Anak bisa saja mengamuk, menangis, dan marah ketika orang tua berusaha menyimpan gadget mereka.

Anak menganggap benda itu sebagai satu-satunya teman bermain yang paling menyenangkan untuk dirinya.

Karena itu, kini kerap kita jumpai anak yang lebih memilih menyendiri dibanding bermain dengan teman seusia.

Ini merupakan salah satu tanda anak ketergantungan pada gadget. Anak tidak segan mengacuhkan orang lain atau apapun di sekitar hanya untuk bisa terus bermain dan menatap layar.

Ini membuat anak cenderung malas melakukan aktivitas fisik. Seluruh perhatiannya terfokus pada gadget sehingga tidak memiliki ketertarikan melakukan kegiatan lain.

Pada beberapa kasus, anak dengan kecanduan gadget dapat mengalami speech delay. Ini disebabkan ketika anak bermain gadget perhatiannya terfokus pada visual yang ditampilkam layar.

Orang-orang yang mengajak berbicara kecil kemungkinan untuk mendapat respon. Hal ini menghambat kemampuan anak untuk dapat berkomunikasi dua arah.

Istilah terhadap perilaku kecanduan gadget adalah screen dependency disorder (SDD).

Sebuah penelitian terbaru menemukan 30% anak di bawah usia 6 bulan sudah mengalami paparan gadget secara rutin dengan rata-rata waktu 60 menit per hari.

Di usia dua tahun, sembilan dari sepuluh anak mendapat paparan gadget lebih tinggi dan berpotensi membuat mereka mengalami SDD.

Potensi gadget merusak otak anak dapat lebih tinggi jika terpapar sejak dini. Beberapa tanda anak mengalami SDD dan perlu diwaspadai orang tua, di antaranya:

- Anak yang sibuk dengan gadget menjadi agresif atau pemarah jika tidak memegang gadget.

- Anak menjadi tantrum jika gadget diambil darinya, anak menolak untuk berhenti bermain gadget meski orang tua meminta.

- Anak tidak tertarik bermain di luar rumah atau kegiatan ekstra di sekolah.

- Anak akan tetap bermain gadget meski mengetahui pengaruh negatifnya.

- Anak akan berupaya memaksimalkan kesempatan agar dapat bermain gadget lebih lama dan belajar berbohong.

Selain tanda-tanda anak mengalami SDD, gadget juga dapat berpotensi merusak otak anak dan mengganggu proses tumbuh kembang.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, terdapat data yang menggambarkan besarnya dampak anak yang terlalu sering menggunakan gadget.

Kerusakan yang diakibatkan, di antaranya paparan layar menghambat pertumbuhan dan perkembangan otak sehingga tidak optimal.

Paparan layar juga mengakibatkan anak mengalami kurang tidur sehingga kemampuan untuk fokus sangat rendah.

Penggunaan gadget selama 15 menit dapat mengurangi waktu tidur anak sekitar 60 menit.

Dampak lain yang tidak kalah mengkhawatirkan adalah pengaruh terhadap berat badan anak yang dapat turun atau justru naik drastis, sakit kepala, kurang gizi, insomnia, hingga masalah penglihatan, dan masalah kecemasan, perasaan kesepian, rasa bersalah, dan isolasi diri.

Studi ini menunjukkan SDD membuat otak anak menyusut hingga memengaruhi kemampuan mengatur rencana, organisasi, dan sebagainya.

Selain terjadi pada anak dan remaja, orang dewasa juga dapat mengalami dampak negatif dari paparan gadget.

Namun, karena otak anak masih berkembang, efek yang ditimbulkan jauh lebih buruk bagi anak-anak. Agar anak tidak terpapat efek negatif gadget, orang tua perlu menyibukkan anak dengan kegiatan tanpa melibatkan gadget.

Anak yang ketergantungan gadget disebabkan tidak adanya kegiatan untuk dikerjakan. Karena ketiadaan keadaan yang memaksa anak untuk melakukan sesuatu, timbul perasaan malas dan enggan untuk bergerak karena tidak terbiasa melakukan sesuatu.

Ketika anak mulai malas, mereka hanya ingin melakukan kegiatan yang tidak harus bergerak atau berpindah tempat, misalnya bermain gadget.

Ini disebabkan anak merasa nyaman dengan keadaan seperti itu. Keadaan inilah yang membuat anak ketergantungan pada gadget.

Maka dengan mengikuti kegiatan atau menyibukkan diri, fokus anak akan teralih menjadi lebih produktif.

Kegiatan terbaik satu di antaranya melatih sel-sel agar cerdas kembali sehingga dapat mencapai potensi fitrahnya melalui latihan jasmani khusus.

Tubuh memiliki semacam kecerdasan untuk mengetahui apa yang dibutuhkan. Dengan teknik khusus, tubuh dapat memberikan jawaban secara objektif ketika menghadapi pertanyaan.

Jika sesuatu hal tidak dibutuhkan, tubuh akan merespons lemah. Sebaliknya, jika sesuatu itu penting dan baik untuk kesehatan, tubuh akan merespon dengan positif dan semakin kuat.

Bersikaplah tegas dalam mendidik anak. Tidak dipungkiri jika memainkan game dan media sosial adalah satu di antara sekian banyak hal menyenangkan yang disuguhkan gadget.

Namun, tidak setiap hal menyenangkan memberikan efek baik untuk tubuh.

Menurut Hikari Takeuchi, seorang professor Tohoku University Jepang, “Impact of videogame Play on The Brain’s Microstructural Properties: Cross-sectional and Longitudinal Analyses” yang dirujuk Aric Sigman psikolog Amerika menuliskan tentang SDD, bermain game selama masa kanak-kanak dapat menyebabkan neuro adaption (adaptasi saraf) dan neural structural changes (perubahan struktur di daerah saraf) yang terkait dengan kecanduan. (*)

 

Nurul Asiah, S.Sos.

Pustakawan, UNPAD

Editor : Maryani

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network