MATARAM,iNewsMataram.id-Gerakan menolak Zulkieflimansyah sebagai Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) periode 2024-2029 berpotensi bermunculan menjelang Pilkada 2024 mendatang. Pengamat politik Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram Dr.Agus, M.Si mengatakan, fenomena politik identitas berbasis ras, bahasa, agama, dan geografis sulit dihindari. Bahkan, politisi serta partai politik sudah menyadari hal tersebut.
Doktor bidang tata kelola pemilu Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro itu mengatakan, sistem sosial di NTB menunjukkan plural society. Artinya, kemajemukan masyarakat NTB dalam derajad tertentu berafiliasi dengan pilihan-pilihan politiknya.
Variasi kemajemukan NTB itu neliputi ras, bahasa, agama, dan geografis. Dalam pemilu kemajemukan bisa saja muncul menjadi politik identitas. "Maka itu, dalam pemaketan pasangan calon, biasanya mendesain pasangan calon berbisis refresentasi identitas sosial tadi. Fenomena ini terjadi dalam setiap Pilgub sejak 2008, 2013, hingga 2018. Tentu akan menjadi referensi elit pada pemaketan paslon pada Pilkada 2024 nanti," ujar Agus kepada wartawan di Mataram Sabtu (24/9/2022).
Dia mengatakan, semua sumber daya politik termasuk sumberdaya identitas sosial berpengaruh dalam kontestasi pilkada langsung, Politik identitas itu menurutnya berpengaruh terhadal kemengangan kandidat.
Selain politik identitas, ada variabel lain yang bisa memengaruhi keterpilihan kandidat bakal calon Gubernur dan Wakil Gubernur. Misalnya, ketersediaan modal ekonomi, penguasaan birokrasi, organisasi masyarakat, dan media massa,. "Sfat identitas sosial ini berbiaya murah sehingga politik identitas ini selalu muncul. Cukup dengan menggugah semangat solidaritas sosial, maka masyarakat bisa dimobilisasi," ungkapnya.
Agus menegaskan, Isu politik identitas itu manjur apabila dilakukan secara terseruktur, sistematis, dan massif. Isu identitas sosial itu berpotensi dikampanyekan, baik melalui media cetak, elektornik, dan media sosial.
Termasuk melalui pertemuan-pertemuan tatap muka, seperti seminar, workshop, Focus Group Discusion (FGD), dan pertemuan-pertemuan komunitas, seperti komunitas adat serta komunitas-komunitas daerah.
Menurut Agus, jika dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan massif, maka isu politik identitas sosial biasanya efektif dalam membentuk rasionalitas pemilih. Sebab, rasionalitas pemilih itu terbentuk melalui proses informasi dan interaksi dari lingkungan sosial.
Dia menyarankan elit poltiik dan media massa jangan terjebak pada isu poltiik identitas. Sebaiknya, Pilkada NTB 2024 di jadikan sebagai momentum menguji visi, misi, dan program pasangan calon. Lagipula, NTB ini butuh perubahan besar.
"Pemilu itu bukan hanya soal menang dan kalah, tetapi soal bagaimana mencari pemimpin pemerintahan daerah yang mampu menghantarkan rakyat pada kesejahteraan sosial," papar Agus.
Editor : Edy Gustan
Artikel Terkait