Menyoal Meritokrasi Iqbal - Dinda, Mencurigai Kemungkinan Adanya Komunikasi Politik di Balik Layar

MATARAM, iNewsmataram. id-Kelompok diskusi Pojok NTB menyoroti penerapan sistem meritokrasi birokrasi pada kepemimpinan Gubernur NTB Lalu Muhammad Iqbal - Indah Damayanti Putri.
Kebijakan Iqbal-Dinda terkait meritokrasi birokrasi itu dikupas dalam diskusi publik "Meritokrasi Iqbal - Dinda Solusi Birokrasi Atau Gimmick Politik". Diskusi berlangsung di Meino Warking, Gomong Mataram melibatkan mahasiswa dan aktivis pergerakan.
Pojok NTB menghadirkan dua pembicara yakni Ketua Komisi I DPRD NTB H. Moh Akri dan pengamat sosial politik Dr. Alfisahrin. Diskusi yang dipandu Direktur Lombok Global Institute (Logis) NTB Muhammad Fihirudin itu berlangsung dinamis.
Menurut Akri, kebijakan yang diterapkan Iqbal - Dinda terkait meritokrasi sejauh ini On The Track. Artinya, menurut Akri hubungan antara eksekutif dengan legislatif berjalan baik.
Pihaknya tetap menjalankan fungsi kontrol terhadap kebijakan pemerintah Iqbal - Dinda. "Sejauh ini sistem pemerintahan Iqbal - Dinda berjalan baik. Tentu akan ada evaluasi menyangkut visi-misi Iqbal-Dinda," ujar Akri di Mataram Jum'at (16/5/2025).
Sebagai parpol pengusung Iqbal-Dinda pada Pilkada 2024 lalu, PPP menurut Akri konsisten mengawal pemerintahan. Terkait meritokrasi tersebut, pihaknya bahkan tidak ikut cawe-cawe dalam menentukan posisi dalam birokrasi.
Mutasi pertama yang digelar Iqbal-Dinda pun dinilai sesuai dengan janji pooitiknya. Melakukan job fit terhadap pejabat pimpinan tinggi pratama sebelum mutasi merupakan bentuk penerapan sistem meritokrasi.
"Sebagai parpol pengusung, kami tidak pernah diajak berunding terkait posisi birokrasi. Apalagi mau titip menitip. Kami menghormati semangat meritokrasi yang dijalankan Iqbal - Dinda," Paparnya.
Pengamat sosial politik Dr. Alfisahrin menilai merit sistem dalam birokrasi bukan barang baru. Hal ini bahkan sudah diatur dalam undang-undang nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).
Bahkan, digaungkan sejak lama oleh Sultan Syahrir dan Agus Salim. Hanya saja, dalam praktiknya sistem meritokrasi tidak mudah diterapkan. Terlebih dalam konteks politik kekinian.
Pada praktiknya, Alfisyahrin menilai tidak banyak pihak yang berhasil menerapkan sistem meritokrasi ini. "Sejauh ini baru 40 persen Iqbal - Dinda bisa menerapkan sistem meritokrasi ini. Dari mutasi terhadap 72 pejabat itu belum sepenuhnya menerapkan meritokrasi total," ujarnya.
Persoalan lain yang dihadapi dalam penerapan sistem meritokrasi birokrasi menurut Alfisyahrin adalah politik kepentingan dari berbagai pihak. Politik kepentingan ini dinilai bisa memunculkan upaya praktik nepotisme di balik layar.
Terlebih, pada dasarnya penerapan sistem meritokrasi itu idealnya mengacu pada kapabelitas, prestasi, dan kualifikasi.
"Tapi publik layak mencurigai kemungkinan adanya komunikasi politik di belakang layar memungkinkan terjadinya praktik nepotisme. Komitmen Iqbal - Dinda ingin menerapkan sistem birokrasi justru menuai pertanyaan apakah hal ini sudah didesign dengan baik," paparnya.
Terkait dengan tema diskusi apakah meritokrasi birokrasi Iqbal-Dinda merupakan solusi atau hanya gimmick politik, Dr. Alfisyahrin menilai bahwa gimmick politik merupakan upaya memanipulasi kesadaran publik atau istilah yang dipakai menipu untuk mencapai tujuan politik.
Hanya saja, dia berharap Iqbal-Dinda memunculkan meritokrasi sebagai upaya untuk memperbaiki dan meningkatkan akuntabilitas sebagai obat.
Meski begitu, menurutnya tidak bisa juga menyalahkan penilaian publik yang apatis terhadap kebijakan tersebut. Publik juga bisa mengkritisi kebijakan itu sehingga tidak sedemikian dipuja-puja seolah sebagai hal baru.
Padahal, tidak menutup kemungkinan justru di balik topeng meritokrasi justru memunculkan politik oligraki gaya baru. Diskusi semalam memicu pernyataan sekaligus pertanyaan dari audien.
Salah satunya menyangkut penempatan pejabat yang dinilai tidak sesuai dengan kapasitasnya. Bahkan, menyoal tentang adanya pejabat yang memperoleh posisi meski tidak mengikuti job fit.
Beberapa di antaranya juga menganggap meritokrasi yang digaungkan Iqbal - Dinda hanya sebatas gimmick politik. Sementara, sebagian di antara audien menilai bahwa kebijakan Iqbal - Dinda melalui meritokrasinya merupakan kebijakan baik yang belum digaungkan pemimpin sebelumnya. Bahwa menilai kepemimpinan Iqbal - Dinda yang masih seumur jagung belum layak dilakukan.
Editor : Edy Gustan