KASTA NTB : Ada Potensi Mega Korupsi Dalam Pembelian Gabah Petani oleh Bulog dan Mitra Bulog

Mataram, iNewsmataram.id- Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) KASTA NTB menyoroti dugaan potensi mega korupsi dalam pembelian gabah petani 2025 oleh Bulog dan Mitra Bulog.
Pembina KASTA NTB Lalu Wink Haris mengatakan musim tanam pertama kali ini membuat petani di seluruh daerah mulai tersenyum. Itu lantaran kebijakan standarisasi harga pembelian gabah sesuai keputusan Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) nomor 14 tahun 2025 di mana Harga pembelian gabah kering panen ( GKP ) di tingkat petani sebesar Rp 6.500 per kilogram.
Penetapan harga ini bertujuan melindungi petani dan mendorong mereka agar tetap produktif sekaligus dalam rangka mewujudkan swasembada pangan dan jaminan ketersedian stok pangan nasional.
Penetapan harga pembelian gabah petani pada angka Rp 6.500 per kilogram tersebut, dipastikan berjalan sesuai aturan dengan melibatkan peran pengawasan langsung dari aparat penegak hukum baik TNI maupun Polri.
"Pengawasan aparat penegak hukum itu menutup ruang bagi oknum pengepul dan tengkulak bermain curang," Ujar Wink Haris Jum'at (4/3/2025).
Menurutnya, kecurangan bisa terjadi denga modus membeli gabah petani pada angka di bawah harga yang sudah ditetapkan pemerintah. Dia menilai, kebijakan pro petani tersebut ternyata menyimpan potensi dugaan adanya kerugian negara yang sangat besar pada proses pembelian, pengangkutan, pengeringan, penggilngan dan pengantaran beras menuju gudang bulog oleh perusahaan perusahaan mitra bulog.
Modus yang diduga sering dilakukan perusahaan mitra bulog di antaranya pada saat pengisian beras dengan mengurangi randomen sampai pada angka 52 sementara harga yang harus dibayarkan Bulog kepada perusahaan mitra rinciannya sebagai berikut :
1. Biaya angkut Rp. 20.000 per kwintal 2. Biaya pengeringan/Dryer Rp. 30.000 per kwintal
3. Biaya penggilingan Rp. 30.000 per kwintal
4. Biaya pengantaran Rp. 15.000 per kwintal
Jika seluruh pembiayaan tersebut diakumulasikan dengan nilai pembelian gabah, maka biaya yang harus dibayarkan oleh negara melalui Bulog kepada perusahaan mitra adalah sebesar Rp.745.000 per kwintal.
Dengan biaya pembelian dan produksi tersebut maka harga beras per kilogram sebesar 14.000 rupiah per kilogram sementara harga penjualan beras saat ini sesuai SK Bapanas no 2 tahun 2025 sebesar Rp. 12.500 - Rp. 15.500 untuk beras premium sesuai zonasi.
Di sinilah menurutnya potensi permainan oknum perusahaan mitra Bulog terjadi. Saat mereka menetapkan rendomen beras pada angka 53 - 55 juga potensi pengurangan jumlah hasil produksi gabah setelah diproses akibat tidak adanya pengawasan langsung dari Bulog untuk ikut serta melakukan monitoring saat proses produksi dilakukan di gudang gudang pengolahan milik perusahaan mitra Bulog.
Salah satunya diakibatkan oleh kekurangan sumber daya manusia juga dugaan permainan antara oknum dari Bulog dan perusahaan mitra mereka. Ketidak sesuaian antara biaya yang harus dikeluarkan oleh Bulog.
"Saat pembelian dan pengolahan gabah menjadi beras oleh perusahaan perusahaan mitra berpotensi merugikan keuangan negara trilunan rupiah jika mengacu pada target pembelian gabah petani sejumlah 3 juta ton secara nasional pada periode Februari sampai april 2025" ungkapnya.
Kebijakan pemerintah tentang standarisasi harga pembelian gabah petani di satu sisi sangat membantu petani. Jika dibandingkan dengan biaya produksi dengan standar harga pupuk subsidi sebesar Rp.2.250 per kilogram untuk pupuk jenis urea maka petani tahun ini meraup untung yang cukup tinggi.
Namun, kata aktivis yaang karib disapa LWH ini, pada sisi lainnya kebijakan itu berpotensi mengakibatkan kerugian keuangan negara yang sangat besar akibat ulah perusahaan mitra Bulog yang memainkan biaya produksi dan volume beras yang diserahkan ke gudang Bulog.
Dia mendesak agar hal ini harus menjadi atensi dan deteksi dini semua pihak yang terlibat dalam pelaksanaan pembelian dan produksi gabah petani menjadi beras.
Baik itu dari unsur pemerintah, Bulog maupun aparat penegak hukum yang dilibatkan langsung melakukan pengawasan untuk memastikan tidak ada celah oknum nakal merampok uang negara di tengah upaya pemerintah menjaga stok pangan nasional dan mewujudkan kesejahteraan petani kita.
Editor : Edy Gustan