MATARAM, iNewsMataram.id-Tim Pembela Rakyat mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum (PMH) terhadap Ketua DPRD NTB Hj. Baiq Isvie Rupaeda hingga Menteri Keuangan ke Pengadilan Negeri (PN) Mataram.
Baiq Isvie selaku tergugat satu dan Menteri Keuangan Republik Indonesia selaku turut tergugat III. Itu tertuang dalam gugatan bernomor 001/TPR/V/2024 tertanggal 22 Mei 2024.
Selain Isvie, penggugat yang berkedudukan di Jalan Bung Hatta II Nomor 20, Majeluk, Kota Mataram ini juga melakukan PMH pada tergugat dua, yakni pimpinan DPRD NTB, dan Fraksi Golkar selaku tergugat tiga.
Selanjutnya, Fraksi Gerindra tergugat empat, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) tergugat lima, Fraksi PAN tergugat enam. Berikutnya, Fraksi Bintang Perjuangan Nurani Rakyat selaku tergugat tujuh.
"Dan, turut tergugat satu, yakni Polda NTB dan Kejaksaan Tinggi (Kejati) menjadi turut tergugat II, dan Turut Tergugat III adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia," kata Koordinator Tim Pembela Rakyat, M. Ikhwan, Rabu (22/05/ 2024).
Menurut Iwan Slank, panggilan karibnya, kliennya, yakni M.Fihiruddin, yang semula adalah tersangka yang ditetapkan pada kasus UU Informasi Transaksi Elektronik (ITE), meminta pada Ketua PN Mataram agar mengabulkan gugatan klien seluruhnya.
Sebab, penggugat dikenal aktif dalam melakukan kegiatan sosial, termasuk dalam melakukan kontrol terhadap beragam isu hukum dan sosial yang berkembang di wilayah hukum Provinsi NTB selama ini.
Selanjutnya, memerintahkan negara, dalam hal ini pemerintah Republik Indonesia, untuk membayar ganti kerugian sebesar Rp105 miliar kepada kliennya.
"Kenapa angka kerugian ini kita cantumkan ratusan miliar. Ini karena klien kami mengalami kerugian secara material dan imateriil atas kasus yang sudah menjeratnya," tegas Bang Iwan.
Sementara itu, kuasa hukum lainnya Gilang Hadi Pratama menambahkan bahwa gugatan yang dilayangkan kliennya merupakan hak konstitusional M. Fihirudin untuk mengajukan gugatan ganti kerugian terkait dengan status bebasnya kliennya.
"Hal ini diatur pula berdasarkan Pasal 95 KUHAP junto pasal 1365 KUH Perdata," ujarnya.
Kasus yang menjerat Fihirudin itu lantaran Direktur Lombok Global Institut (Logis) sempat membuat pertanyaan. Pernyataan itu terkait ada dugaan sejumlah anggota DPRD NTB terjaring operasi penangkapan kasus narkoba saat melakukan kunjungan kerja (kunker) ke luar daerah.
Akibat unggahannya di salah satu grup WhatsApp Pojok itu, Fihirudin dilaporkan atas kasus dugaan pencemaran nama baik yang dilaporkan DPRD NTB.
Fihir diduga melanggar Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Selanjutnya, Fihir sempat menjalani masa tahanan selama lebih kurang 67 hari atau dua bulan lebih.
Namun, Fihir dibebaskan dari segala dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Rabu, 26 Juli 2023, dalam sidang putusan di PN Mataram. Berikutnya, diperkuat dengan putusan Kasasi Mahkamah Agung.
“Terdakwa M. Fihiruddin tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah sebagaimana dalam dakwaan,” kata Majelis Hakim yang diketuai Kelik Trimargo di ruang sidang PN Mataram, beberapa waktu lal.
Fihir dinyatakan tidak melakukan pencemaran nama baik sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE. (*)
Editor : Maryani