Mataram,iNewsmataram.id-Pegiat hukum di Nusa Tenggara Barat Suhardi mendesak Kejaksaan Tinggi NTB yang menyidik dugaan tindak pidana korupsi terkait usaha pertambangan di Lombok Timur harus melakukan peninjauan kembali (PK).
Dia mengingatkan penyidik Kejati NTB berhati-hati menangani kasus itu. Penyidik Kejati NTB sedang menyidik dugaan korupsi PT. Anugerah Mitra Graha (AMG). Penyidikan itu berdasarkan surat perintah penyidikan Kepala Kejaksaan Tinggi NTB nomor. Print 01/ N.2/F.d.1/01/2023 tanggal 18 Januari 2023.
Menurutnya, jika mengacu pada UU nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Dan Meniral Batubara, ada regulasi mengenai perizinan, perjanjian, royalti dan aspek hukum pidana.
"Sebagaimana perubahannya dalam UU No. 3 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas UU No. 4 tahun 2009 Tentang Pertambangan Dan Meniral Batubara," ujar Suhardi.
Menurutnya, pihak yang berwenang menangani dugaan tindak pidana di sektor pertambangan adalah kepolisian dan atau penyidik pegawai negeri sipil bukan pihak kejaksaan.
Dia menjelaskan, penegakan hukum di sektor pertambangan ini sudah ada aturan lengkapnya. Termasuk dugaan tindak pidana di mana pada Bab XXI tentang penyidikan pasal 149 menyebutkan Penyidik Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dalam lingkup tugas dan tanggung jawab di bidang pertambangan diberikan wewenang khusus sebagai penyidik.
Suhardi mengatakan, sebagaimana kaidah hukum yang terdapat dalam UU Pertambangan dan Meniral Batubara, pasal 150 ayat (2) ditegaskan bahwa Penyidik Pegawai Negeri Sipil memberitahukan dimulainya penyidikan dan atau menyerahkan Hasil Penyidikannya Kepada Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
"Hal ini juga senada dengan Pasal 1 Butir 1 KUHAP yang menyebutkan bahwa Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan," papar dia.
Dia mengatakan, dalam UU pertambangan merupakan rezim khusus di luar tindak pidana korupsi, sehingga berlaku asas lex spesialis sistematis.
Jadi, kata Suhardi, dugaan tindak pidana yang saat ini disidik Kejaksaan Tinggi NTB sama sekali tidak ada hubungannya dengan tindak pidana korupsi sebagaimana terdapat pada undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
"Mengingat hal-hal yang berkenaan dengan unsur penyalahgunaan wewenang dalam tindak pidana pertambangan telah diatur di dalam pasal 165 UU No. 4 tahun 2009 tentang pertambangan dan meniral batubara sebagaimana perubahannya dalam UU No. 3 Tahun 2020 tentang perubahan atas UU No. 4 tahun 2009 tentang pertambangan dan mineral batubara," ungkapnya.
Suhardi mengatakan berdasarkan kaidah hukum yang berlaku, seyogyanya penyidik Kerjaksaan Tinggi NTB meninjau atau penelitian kembali.
Dia menjelaskan persoalan tambang pasir besi itu berkaitan dengan wajib pajak atau pemegang IUP yang belum membayar iuran produksi atau royalti atas billing/tagihan final.
Secara teknis, pembayaran iuran produksi itu dapat dibayarkan melalui e-PNBP yang tertera dalam Modi Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
E-PNBP itu merupakan aplikasi dalam memperhitungkan, termasuk pembayaran dan verifikasi iuran tetap, royalti dan penjualan hasil tambang yang telah diterapkan sejak 25 April 2021.
Editor : Edy Gustan