MATARAM,iNewsMataram.id-Prlaksana Tugas (Plt) Ketua Dewan Pers Agung Dharmajaya menyampaikan perkembangan Rancangan Undang-Undang (RUU) KUHP kepada sejumlah pemimpin redaksi dan organisasi pers di Mataram, Nusa Tenggara Barat.
Agung menyampaikan tentang 19 pasal tentang pers pada RUU KUHP yang perlu diformulasikan. Puluhan insan pers di Mataram terdiri atas pemimpin redaksi, ketua organisasi wartawan dan pewarta berkumpul untuk mendengarkan perkembangan RUU KUHP menyangkut kebebasan pers.
Menurut Agung, Dewan Pers sudah menyurati Presiden RI Joko Widodo terkait RUU KUHP itu. "Kami sudah menyurati Bapak Presiden RI untuk menunda pengesahan RUU KUHP tersebut terutama menyangkut kebebasan pers," ujar Agung di Mataram Minggu (4/12/2022).
Menurutnya, terdapat 19 pasal dalam RUU KUHP yang mengancam kebebasan pers. Salah satunya pada pasal 188 yang mengatur tentang tundak pidana penyebaran atau pengembangan ajaran Komunisme/Marxisme Leninisme.
Agung menegaskan, pada dasarnya Dewan Pers menghormati dan mengapresiasi hasil pembahasan RUU KUHP tersebut. "Namun perlu formulasi terhadap pasal yang memungkinkan pers terjerat pidana. Seperti pasal 188 tersebut," ujar Agung.
Tidak hanya itu, terdapat sembilan cluster dalam RUU KUHP itu yang memungkinkan pers terjerat pidana. Padahal, kata Agung pasal-pasal tersebut bersinggungan dengan urusan pers yang sebetulnya sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999.
Pihaknya juga menyayangkan jika selama ini insan pers baik Dewan Pers maupun organisasi wartawan tidak dilibatkan dalam penyusunan RUU KUHP itu. Terkait itu, Dewan Pers sudah berjuang agar kemerdekaan pers tidak terancam.
"Kalian mau nanti pas foto wakil rakyat yang sedang tidur saat sidang kemudian orangnya nggak terima dan digugat akhirnya masuk buk," paparnya.
Tidak hanya mengancam kebebasan pers, pasal-pasal tersebut dinilai berkaitan dengan kepentingan umum. Dia menyontohkan bagaimana pasal 218, 219, dan 220 yang mengatur tindak pidana penyerangan kehormatan atas harkat dan martabat Presiden dan Wakil Presiden. Begitu juga dengan pasal 240 dan 241 yang mengatur tentang tindak pidana penghinaan terhadap pemerintah.
Agung mendorong seluruh insan pers untuk tetap kritis terhadap produk hukum RUU KUHP. "Kita bukan baper dan tidak minta eksklusif. Setidaknya ada formulasi yang tidak mengancam kebebasan pers," tegasnya.
Editor : Edy Gustan